Selasa, 24 Januari 2012

PROFIL Taman Bacaan Masyarakat BONE BULA DONGGALA



UJ

Alamat :
JL. Pelabuhan No. 98
Kelurahan Boya, Kecamatan Banawa,
Kabupaten Donggala – Sulawesi Tengah
Nomor Kontak: 081341048000, 0457-71245







PROFIL TBM BONE BULA


Taman Bacaan Bone Bula merupakan bagian dari unit Yayasan Bone Bula sebagai lembaga swadaya masyarakat dengan Direktur Andi Anwar di kota Donggala, Sulawesi Tengah yang aktif sejak 2008. Lembaga ini bergerak pada masalah-masalah lingkungan hidup. Sedangkan taman bacaan  dikelola Jamrin Abubakar bersama staf Bone Bula. Tempatnya berada di tengah kota yang mudah diakses oleh warga, tepatnya di Jl. Pelabuhan No 98, Kelurahan Boya, Kecamatan Banawa.

Alamat tersebut merupakan tempat yang kedua setelah sebelumnya beralamat di rumah kediaman Andi Anwar, Jl. Bioskop, Kota Donggala yang jaraknya sekitar 1 km dari lokasi sekarang. Status tempat TBM ini merupakan rumah yang disewa dari seorang warga Donggala sejak tiga tahun lalu dan masa kontrak diperbarui setiap tahunnya.

Nama Bone Bula merupakan bahasa Kaili yang merupakan etnis terbesar di Kabupaten Donggala yang bermakna “Pasir Putih.” Memiliki makna filosofi sebagai daerah pesisir yang potensial dengan pasir putihnya, lembaga ini berobsesi memiliki cita-cita yang luas bagai hamparan pasir yang putih dalam pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Salah satunya melalui pembinaan pendidikan nonformal dan penyadaran lewat bahan bacaan bagi masyarakat umum maupun pelajar. Dalam pelayanan bahan bacaan, Bone Bula belum melakukan peminjaman pada pengunjung untuk membawa buku atau majalah ke rumah, sehingga hanya bisa membaca di tempat mengingat tenaga sangat terbatas.
Taman Bacaan Bone Bula ini memiliki visi menumbuhkan budaya baca kalangan remaja (pelajar), masyarakat umum di Kota Donggala dan menjadi perpustakaan alternatif. Sekaligus dapat mendukung sebagian dari upaya Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah Kabupaten Donggala dalam menumbuhkan budaya baca.

Selain menyediakan bahan bacaan yang berupa buku-buku berbagai jenis yang dapat dibaca setiap pengunjung, Bone Bula juga sering melakukan pelatihan jurnalistik bagi siswa SLTP dan SLTA di Donggala. Tujuannya mengajak siswa untuk memahami soal jurnalistik secara sederhana sehingga tumbuh minat menulis di kalangan siswa, minimal dapat melaporkan suatu kegiatan atau persoalan sederhana di lingkungan sendiri. Penempatan koleksi masih sangat sederhana yang disatukan dalam lemari, rak-rak buku dan sebagian masih disusun dalam dos. Selain ditempatkan di sekretariat Bone Bula, juga sebagian koleksi ditempatkan di kediaman Jamrin Abubakar (pengelola) di Kelurahan Maleni, Kecamatan Banawa. Sumber pengadaan koleksi selain sumbangan dari per orangan dan lembaga swadaya masyarakat, juga dilakukan pembelian di toko buku di Kota Palu, 36 km dari Donggala.

Perlu diketahui, Donggala merupakan kota tua dan pusat perdagangan dan pelabuhan tua sejak zaman Hindia Belanda yang secara geografis berada di ujung barat Teluk Palu. Donggala  juga menjadi ibu kota bagi Kabupaten Donggala yang merupakan salah satu dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.275,69 kilometer persegi terdiri dari 16 kecamatan dengan total penduduk 277.236 jiwa (SP 2010). Khusus ibu kota Donggala dalam hal ini Kecamatan Banawa yang menjadi tempat Bone Bula berkedudukan memiliki jumlah penduduk 32.042 jiwa yang tersebar pada 9 kelurahan dan 5 desa.*

Susunan Pengelola TBM Bonebula




Pengawas
(Direktur Yayasan Bone Bula) : Andi Anwar

Pengelola/Penanggungjawab : Jamrin Abubakar

Sekertaris Pengelola              : Dahlia

Bagian Informatika                 : Idris Sulaiman


Staf pelayan pustaka             :  Dwi Ningsih Andriyani
                                                 
                                                  Erni Yuliani

                                                  Fredikson






Minggu, 22 Januari 2012

Kota Donggala Abad ke 18 PENYANDRAAN KAPTEN DAVID WOODARD DAN PERKAWINAN PUTRA BAJAK LAUT MINDANAO

Oleh: Jamrin Abubakar

DONGGALA, kota tua di ujung barat Teluk Palu, Sulawesi Tengah banyak menyisahkan kisah masa silam dalam lintas sejarah international. Nama dan cerita sosial politik pada zamannya pun tercatat dalam sejumlah buku klasik yang ditulis para petualang dari Barat. 

Kota Donggala sudah dikenal sejak abad  XIII, salah satu bandar niaga yang ramai dikunjungi bangsa-bangsa asing seperti Tiongkok (Cina), Gudjarat (India), Spanyol, Portugis, Arab, Belanda dan kerajaan-kerajaan Nusantara. Kota ini pernah menjadi  salah satu gerbang perekonomian di Sulawei, karena barang-barang yang masuk maupun yang keluar  umumnya melewati Donggala, tempat berlabuhnya beragam kapal niaga.

Selain Josep Condrad, pengarang berkebangsaan Inggris kelahiran Polandia yang berkesan terhadap Donggala, ada nama David Woodard seorang kapten kapal yang paling berkesan dan lebih awal mengenal kota Donggala. Bisa jadi Josep Condrad datang ke Donggala setelah membaca kisah perjalanan sang kapten David. Sedangkan Josep sendiri menjadikan Donggala sebagai salah satu tempat penjelajahan Nusantara (1858-1924) dan sempat menjalin persahabatan dengan La Sabanawa I Sangalea Dg Paloera, raja Banawa palingke-7 (1845-1888). 

Mengenai kehadiran David Woodard seorang kapten kapal dagang Amerika Enterprise bersama 4 orang anak buahnya di Donggala 1793-1795 disebabkan karena penyandraan. Kisah kapten  itu dapat dibaca dalam bagian buku Indonesia Timur Tempo Doeloe 1544-1992 dengan judul asli To the Spice Islands and Beyond Travels in Eastrn Indonesia, disusun George Miller sejarawan Australia dan diterjemahkan oleh Maria Agustina dan disunting Devy Lubis. Kisah tersebut sebetulnya lebih lengkap dalam buku The Narrative of Captain David Woodard yang pernah diterbitkan di London.

Namun di sini saya hanya membicarakan info dari buku Indonesia Timur Tempo Doeloe yang diterbitkan Komunitas Bambu, Januari 2012. Salah satu bagian memuat tulisan David Woodard; Uniknya Kehidupan di Pantai Barat Sulawesi, bersumber dari sebuah jurnal yang diterbitkan David  tahun 1804. Buku ini merupakan bunga rampai tulisan sejumlah petualang/penulis asing  tentang wilayh-wilayah Timur Indonesia. Selain memuat  tentang Donggala (Sulawesi Tengah), ada pula tulisan tentang Makassar, Toraja, Ternate, Papua,  Lombok, Pulau Komodo, Timor-Timur dan lainnya total ada 28 kisah masing-masing seorang penulis tentang wilayah Indonesia Timur.

Di antara tulisan tersebut, sebagai pembaca saya apresiasi khusus adalah kisah yang ditulis langsung David Woodard dimana lokasi ceritanya telah menjadi bagian dari wilayah dimana saya dapat merasakan tempat tersebut, DONGGALA. Meskipun dalam buku karya Miller ini hanya bagian kecil kisah sang pelaut  Woodard, tapi setidaknya pembaca dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial politik, ekonomi dan budaya masyarakat Kota Donggala abad ke 18 atau 219 tahun silam. Dari catatannya itu pula dapat diketahui tentang tokoh agama Islam (bergelar Tuan haji) sudah  sangat kuat dalam kehidupan politik yang sangat  “berpengaruh”  pada pemimpin adat (raja) yang berkuasa. 

Woodard bukanlah etnolog, maka dalam mengidentifikasi orang yang tinggal di Donggala dan sekitarnya ketika itu tidak berdasarkan sebutan etnis lokal. Melainkan dengan sebutan orang Melayu sebagaimana lazimnya berbahasa Melayu di wilayah Nusantara, maka orang Donggala diklasifikasikan sebagai Melayu. 

Di antara kisah David Woodard, yaitu sewaktu berada di Donggala tahun 1793 yang kehadirannya ketika itu dianggap unik dan aneh oleh warga setempat. Bersama rekannya dikerumuni warga, bahkan badannya diperiksa hingga didudukkan di kursi persidangan oleh kepala suku atau sebagai raja. Saking ketakutan ia sempat berlutut di kaki kepala suku untuk minta pengampunan agar tidak dibunuh. Hari pertama ia hanya disuguhkan kelapa muda sebagai makanan, padahal mereka sangat lapar. Makanan selanjutnya yang sering dinikmatinya yaitu  jagung dan makanan (roti) terbuat dari sagu, bahkan di antara rekan David ikut membuat sagu di tengah hutan bersama warga. Apalagi mereka pun akhirnya menyatu dengan masyarakat dan ditempatkan dalam sebuah rumah, sehingga dapat mencari sendiri makanan.

Diceritakan suatu hari, ia berhasil menangkap seekor babi hutan dengan cara menombak. Namun warga sempat keberatan karena bagi warga muslim merupakan binatang haram dikonsumsi, namun David kemudian setelah mengasapi daging itu ia sembunyikan dengan bukukusan daun di tengah hutan. Setiap hendak makan barulah ia mengambilnya lagi, hal ini dilakukan hingga 10 hari.

Perkawinan Putra Raja Mindanao dengan Putri Raja Donggala
Pokoknya kisah pelaut itu bukan saja menyedihkan dan tragis, tapi sekaligus diwarnai pergulatan yang lucu di tengah masyarakat yang masih sangat polos ketika itu. Dari kisah itu pula diceritakan ada seorang  tokoh berpengaruh dan sangat dihormati, akrab disapa Tuan Haji, namanya Haji Omar. Ketika seorang raja yang juga bajak laut dari Mindanau, Filipina dengan nama Raja Tomba datang ke Donggala dengan maksud melamar putri dari Tooa, Raja Donggala, maka Tuan Haji itulah yang menjadi salah satu mengrus perkawinan. Ternyata antara Raja dari Mindanao dan Tuan Haji itu sudah saling kenal sewaktu ia pergi ke Mindanao.




Sebutan raja Tooa (berarti raja yang tua, David tidak menyebut nama sebenarnya raja itu). Kecuali putra raja tooa disebutnya Arvo pada saat  itu kekuasaan telah dilimpahkan padanya sebagai raja muda Donggala).

Kesaksian Woodard dalam prosesi pelamaran hingga perkawinan antara putra raja dari Mindanao dengan putri Raja Donggala itu sangat menarik disimak, di situ digambarkan suasana yang sangat dramatis sekaligus syarat dengan nilai-nilai kultur orang Donggala ketika itu sangat kental. Imajinasi pembaca dapat merasakan betapa mewahnya pesta anak raja  ketika itu. Dalam prosesi kedatangan putra Mindanao itu saja dilakukan secara teatrikal dengan pertempuran palsu dikawal 20 awak kapal bersenjata lengkap yang kemudian disambut pula 30 orang bersenjata dengan perisai lengkap hingga rombongan menuju gerbang kota.


Tradisi yang tersisa
Dalam kesaksian tentang jejak-jejak kisah David Woodard tentang kota Donggala 200 tahun lebih di masa silam itu, sudah banyak yang berubah dan tak terlacak. Di antaranya nama Travalla yang disebutnya sebuah kota yang letaknya agak ke selatan dari Donggala. Di kota Travalla itulah pertama kali David dibawa untuk diadili dalam pertemuan pertemuan.

Sebagai orang Donggala, pada saat saya membaca tulisan tersebut, langsung bertanya-tanya yang manakah Travalla sekarang ini? Wah ini menarik kalau tak jauh dari arah selatan Donggala dulu ada nama Travalla. Tapi tak ada lagi yang mengetahui saat ini. Mungkinkan ini sebuah kota yang hilang? Atau telah ganti nama? “Ini menarik dilacak kembali.” Begitu saya bertanya. Sebab saat ini ada banyak nama permukiman di sana. 

Terakhir setelah sempat melakukan posting di facebook tentang TRAVALLA itu, akhirnya saya mendapat informasi dari kawan Sairin kalau Travalla menurut James T Collins (ahli sejarah bahasa) Travalla yang dimaksud oleh Woodard adalah Towale. Nama Towale merupakan salah satu desa di Kecamatan Banawa Tengah, sekitar 15 km dari Kota Donggala. Towale (Tovale) memang merupakan kampung tua di Banawa yang kaya dengan cerita rakyat atau legenda sejak zaman dahulu yang nyaris dipercaya sebagian warga setempat.

Sedangkan jejak masa silam yang masih tersisa saat ini yaitu tradisi menenun kain (disebut sarung Donggala) paling banyak terdapat di Towale. Pada saat Woodard datang ke Donggala tahun 1793 ia masih menyaksikan orang membuat kain. Menariknya saat itu bahan tenun semuanya terbuat dari kapas yang ditanam penduduk setempat dan dipintal sendiri hingga menjadi kain sutra dengan pewarna celupan. Bedanya dengan sekarang, tidak lagi dengan kapas buatan, melainkan dengan benang-benang hasil pabrika modern.

Jejak pembuatan makanan dari sagu hingga kini bisa pula disaksikan di Donggala, terutama di Kecamatan Banawa Tengah dan Banawa Selatan tak jauh dari kota Donggala. Tradisi ini belum berubah sejak kehadiran para bajak laut ke Donggala, ketika zaman hukum internasional belum berlaku seperti saat ini.

Dalam sejarah bahari Indonesia, David Woodard hanyalah salah satu dari sekian orang asing pernah datang ke Donggala dalam petualangan. Woodard berada dalam penyndaraan di Donggala antara tahun 1793-1795. Selanjutnya setelah ia kembali ke Amerika melalui Makassar  dan Batavia tahun 1795*

(Jamrin Abubakar, peminat sejarah dan budaya tinggal di Donggala)

Donggala Sasaran Pemburu Barang Antik

DONGGALA-Wilayah Kabupaten Donggala masih menjadi sasaran pencari barang antik peninggalan purbakala. Sebab Donggala merupakan salah satu wilayah yang cukup tua yang pernah menjadi daerah persinggahan kapal-kapal asing zaman kerajaan, sehingga beberapa kawasan Pantai Barat Donggala hingga ke wilayah Pasangkayu, Sulbar kaya dengan benda purbakala.

Hal tersebut terungkap dari penelusuran Media Alkhairaat di Donggala, menyebutkan pemburu barang antik masih terjadi walaupun di satu sisi ada larangan dari pemerintah. Menurut Ikhsan seorang arkelogog Sulawesi Tengah soal purbakala itu tidak sembarangan dapat diambil, karena telah diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang menggantikan UU Benda Cagae Budaya No 5 Tahun 1992.

“Sayang sekali di kawasan Pantai Barat ada banyak cagar budaya tapi belum terdata. Di antaranya terdapat di Kecamatan Balaesang, Damsol dan juga ada di Kecamatan Rio Pakava dekat Banawa,” kata Ikhsan, Selasa, (22/3) 2011.

Keprihatinan senada juga dilontarkan antropolog dari FISIP Universitas Tadulako, Hapri Ika Poigi yang dihubungi kemarin. Menurutnya, selain di kawasan Pantai Barat menjadi sasaran perburuan barang antik yang dikategorikan cagar budaya, juga tertdapat di Kelurahan Ganti yang dikenal sebagai bekas Kerajaan Banawa. Cuma saja selama ini tidak diketahui pelestariannya, sehingga dikhawatirkan lebih banyak yang terbawa ke luar daerah oleh pembvuru barang antik ketimbang yang terselamatkan.

Sementara itu seorang kolektor barang antik di Kota Donggala, Samuel Soeryawinata mengakui kalau sampai saat ini di Kota Donggala dan sekitarnya ada banyak barang antik tersimpang. Namun belum semua terekploitasi, terutama di bagian pantai barat arah selatan Kabupaten Donggala, tepatnya seperti di Pasangkayu. Menurutnya dari usaha yang ditekuninya sejak tahun 1987, hasil perburuannya dari berbagai kawasan ditemukan barang-barang antik yang berusia ratusan tahun. “Bentuknya sangat beragam, ada yang berupa mangkok, piring, vas, muk, cerek, talang dan berbagai peralatan rumah tangga yang bernilai seni tinggi,” ungkap Samuel.



Di antara kawasan di Donggala yang sering ditemukan barang antik, seperti di Kota Donggala dan sekitarnya, Desa Labuan, Dalaka dan beberapa desa di utara Pantai Barat. Cuma saja masih banyak tempat yang belum ditelusuri, seperti di beberapa perbukitan di Gunung Lapaloang dan sekitarnya.

Dari hasil perburuan yang dimiliki Samuel, selain dari temuan lokal ada pula yang diperoleh dari berbagai kolektor di Pulau Jawa berupa keramik-keramik Cina. Masa pembuatannya dari Dinatsi Tang, Dinasti Song, Dinasti Yuang sampai Ching.
Selain itu ada koleksi dari hasil temuan lokal berupa taiganja, sanggori, tusuk konde dan berbagai asesoris lainnya. (JAMRIN AB)

APBD Donggala 2912 Defisit Rp 14 Milyar



DONGGALA-Bupati Donggala, Habir Ponulele bersama Sekdakab Donggala Kasmuddin Haluddin melakukan penyerahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Alokasi Dana TP tahun anggaran 2012 bertempat di Ruang Kasiromu Kantor Bupati Donggala, Selasa (17/1). Secara resmi dirangkaikan pula dengan penyerahan pengelolaan pemanfaatan aset dan saranan sistem Simda versi baru kepada sejumlah Pimpinan Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Donggala.

Setelah dilakukan penyerahan dokumen anggaran, Habir Ponulele dalam sambutannya menegaskan agar seluruh kepala SKPD segera mengambil langkah-langkah mempercepat persiapan pelaksanaan kegiatan salah satunya proses tender. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelambatan dalam penyelesaian kegiatan akhir tahun anggaran yang berakibat pada terhambatnya proses pencairan dana.

Dalam penyerahan tersebut Bupati Donggala mengungkapkan tentang adanya defisit APBD tahun 2012 sebesar Rp 14 milyar lebih, sebab jumlah APBD sebesar Rp 651.446.048.436. sedangkan anggaran beanja mencapai Rp 665.573.502.356. adanya defisit tersebut, kata Habir Ponulele dapat dicukup seluruhnya dari anggaran pembiayaan yang mengalami surplus sebesar Rp 14 milyar lebih.

“Dengan mempertimbangkan sumberdaya keuangan yang tebatas serta permasalahan daerah yang cukup kompleks dan mendesak, maka sangat diharapkan APBD 2012 harus betul-betul responsif dalam memberikan pelayanan kepada publik,” harap Habir pada para pimpinan SKPD.

Selain itu bupati juga mengharapkan setiap SKPD harus mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dengan menggunakan kemampuan manajerial. Terutama mampu mengidentifikasi permasalahan kegiatan pemerintahan agar mencapai sasaran dan tujuan pembangunan di Kabupaten Donggala. Sebab agenda mendesak saat ini, kata Habir adalah penyusunan LKPJ dan LPPD tahun 2011 dan pengelolan bidang keuangan yang merupakan kompilasi dari laporan keuangan nantinya diserahkan ke DPRD sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran 2011. Namun dmeikian terlebih dahulu akan diaudit BPK untuk menghasilkan opini dapat berupa wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian atau tidak wajar tanpa pengecualian.

Berdasarkan dokumen dari jumlah anggaran pendapatan Kabupaten Donggala Rp 651 milyar bersumberkan PAD sebesar Rp 22 milyar lebih, dana perimbangan Rp 660 milyar lebih dan pendapatan lain Rp 69 milyar lebih. Dalam penggunaan APBD tersebut serapannya diperuntukan bagi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal terdiri atas 452 jenis kegiatan yang dikelompokkan alam 144 jenis program.(JAMRIN AB)

Pascaadipura Tempat Sampah Banyak yang Rusak



DONGGALA-Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Donggala, Ibrahim Drakel menegaskan agar warga Kota Donggala tetap berkomitmen terhadap pemeliharaaan lingkungan. Sebab masih ada kecenderungan warga membuang sampah secara sembarangan, sehingga kadang mengganggu pemandangan dan lingkungan. “Padahal sejak lama pemerintah sudah menyediakan temat sampah di seluruh tepi jalan di dalam kota. Itu pun tempatnya dua bagian berupa untuk sampah basah dan sampah kering, tapi toh kadang masih diabaikan,” ungkap Ibrahim Drakekel belum lama ini.

Menurutnya, masih adanya yang belum peduli dan memiliki rasa kebersamaan pemeliharaan tempat sampah sementara, akan menjadi beban. Padahal, kata Ibrahim sudah berkali-kali dilakukan sosialisasi dari tingkat kelurahan sampai ke RT, tapi toh masih sering terjadi adanya warga yang membuang sampah apda tempatnya.
“Padahal ke depan tantangan kita dalam pelestarian lingkungan, makin besar menyusul kriteria penilaian adipura tahun berikutnya pasti bertambah. Karena itu kami sangat mengharapkan bahwa tetap adanya komitmen secara bersama-sama bukan saja dari pemerintah, tapi juga dari masyarakat secara keseluruhan,”kata Ibrhami pada Media Alkhairaat.

Sementara itu aktivis lingkungan dari Yayasan Bone Bula Iwan Sulaiman menilai pascaperolehan Adipura ada kecenderungan komitmen memelihara lingkungan berkurang. Salah satu buktinya soal ternak kambing mulai berkeliaran lagi, sehingga kadang sangat mengganggu kenyamanan bagi kendaraan lalulintas dan merusak tanaman di taman. Padahal menjelang penilaian Adipura beberapa waktu lalu dilakukan razia ternak dan pemerintah menerapkan Perda Tentang Ternak, namun setelah Adipura diraih tidak ada lagi ketegasan.

Iwan menilai jadi yang harus ditanamkan adalah rasa memiliki dan kepedulian masyarakat secara komitmen yang seiring dengan peraturan yang diterapkan pemerintah. Jangan hanya razia ternak dilakukan pada saat akan meraih adipura dan sebaliknya diharapkan warga harus tetap memelihara ternaknya di kandang agar tidak berkeliaran. (JAMRIN AB)

Perebutan Kursi Bupati Donggala 2013: SEJUMLAH TOKOH MULAI MENGINCAR

DONGGALA-Meskipun pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Donggala masih dua tahun lagi, tapi saat ini aroma “pertarungan” ke arah itu mulai tercium. Bahkan sejumlah nama tokoh sudah mulai menggelinding bakal calon (balon) bupati dalam forum diskusi non formal pada komunitas terbatas hingga gerakan “silaturahmi.” Hal tersebut menyiratkan kalau jabatan Bupati Habir Ponulele yang akan berakhir tahun 2013 mendatang, kini sudah mulai banyak diincar para tokoh yang baru maupun tokoh lama yang pernah ikut bertarung pada Pilkada 2008 silam.

Bahkan momentum bulan suci Ramadhan ini sejumlah tokoh sudah memasang foto dalam spanduk dan baliho berisi selamat menjalankan ibadah puasa, padahal di antaranya tahun-tahun lalu tidak mereka lakukan. Di antara mereka yaitu Namrud Mado dan Muhammad Nasir (keduanya Ketua DPRD Donggala), Akris Fattah Yunus (Ketua HPA Donggala/Kadis PU), dan beberapa tokoh Donggala dari perantauan. Tafsiran publikpun muncul kalau kehadiran baliho-baliho yang tersebar di Kecamatan Banawa maupun di kawasan Pantai Barat sebagai ajang “pengenalan diri.” Bahkan ada di antara tokoh telah menyebarkan kalender bergambar dirinya.

Ahmad Mardjanu yang saat ini menjabat Ketua DPRD Donggala pada beberapa kesempatan menghadiri undangan menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Donggala ke depan. Bahkan saat ditemui pekan lalu, Ahmad Mardjanu kembali menyatakan kesiapannya. “Ya, saya tidak menutup-nutupi keinginan untuk maju sebagai salah satu kandidat nantinya kalau memang dipercayakan. Tetapi tentunya secara internal di partai kita tetap melakukan survey dulu di tengah masyarakat siapa yang diinginkan,” tegas Ahmad Marjanu pada Media Alkhairaat.

Kabar dari nonpartai dating pula dari seorang tokoh muda asal Donggala yang berkarier di salah kantor di Provinsi Sulteng yaitu M. Ilham Pettalolo juga sudah menyatakan keseriusan untuk mencalonkan diri pada Pilkada Bupati Donggala 2013 mendatang. Hal itu diungkapkan pada diskusi berkala yang dilaksanakan di halaman eks BNS Donggala beberapa waktu lalu. “Bahkan belakangan ini Ilham Pettalolo sudah mulai turun ke publik melakukan sosialisasi, karena kemungkinan ia maju melalui jalur perseorangan,” kata salah satu keluarga dekat Ilham.

Sedangkan Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulteng Asgar Ali Djuhaepa menjelang bulan Ramadhan lalu di Kecamatan Banawa juga melakukan pertemuan dengan masyarakat di Ganti. Dalam pertemuan tersebut meskipun Asgar tidak menyatakan secara tegas akan maju sebagai calon bupati, namun secara simbolis pernyataan bahwa akan menunggu hasil survey lebih dahulu, telah memberi sinyal ke publik tentang keinginannya itu.

Pendapat senada juga diutarakan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Donggala, Gosetra Mutaher. “Secara internal PAN juga akan melakukan sebuah survey lebih dahulu untuk menghasilkan satu orang bakal calon, sehingga hasilnya betul-betul sesuai realitas,” kata Gosetra, kemarin.
Gosetra yang kini menjadi anggota DPRD Donggala juga tidak menampik soal adanya keinginan untuk menjadi bakal calon menghadapi Pilkada mendatang. Menurutnya, dari beberapa partai yang memiliki kursi di DPRD Donggala sudah menjalin komunikasi awal untuk kemungkinan melakukan koalisi ke depan. Tetapi sekali lagi, kata Gosentra menunggu hasil survey. Pernyataan serupa juga diungkapkan Sekretaris DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Donggala, Abdul Rasyid soal siapa yang bakal diusung partainya tergantung hasil survey di lapangan.

Sekedar diketahui pasangan Bupati-Wakil Bupati Donggala, Habir Ponulele - Aly Lasamaulu (Halal) akan berakhir 2013 mendatang. Meskipun dua tahun lagi, saat ini beberapa nama yang santer disebut-sebut publik Donggala bakal menjadi calon bupati yaitu Aly Lasamaulu (Wakil Bupati Donggala), Namrud Mado (Ketua DPC PPP Donggala), Kasmuddin Haluddin (Sekkab Donggala), Gosentra Mutaher (Ketua DPD PAN Donggala) dan Patrisia Lamarauna (Komisioner KPU Sulteng). Tak kalah serunya, empat tokoh yang bernah ikut bertarung pada Pilkada Donggala tahun 2008 yang kemudian kalah, kini disebut-sebut akan kembali lagi berlaga.


Keempatnya adalah Datu Wajar Lamarauna (kini Ketua DPD Partai Gerindra Donggala, pada saat Pilkada 2008 melalui jalur perseorangan) dan Kasman Lasa (kini Karo Perlum Setprov Sulteng yang pada saat Pilkada 2008 diusung PKS dan PKPI). Sedangkan Maulidin Labalo (yang pernah diusung koalisi partai pada Pilkada 2008, kini menempati posisi Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Donggala. Sama halnya dengan posisi Abubakar Aldjufri (mantan anggota DPRD Donggala saat ini juga telah menjadi pengurus DPD Partai Golkar Donggala walau pernah menjadi rival Habir Ponulele pada Pilkada 2008 lalu. Namanya saat ini cukup diperhitungkan salah satu di antara sejumlah kader Partai Golkar yang bakal diusung pada pilkada mendatang.

Selain itu beberapa nama lain disebut-sebut cukup berpeluang bila maju pada Pilkada Donggala mendatang, di antaranya Burhanuddin Yodo (pengusaha tambang), Mahfud Lamakampali (mantan Sekertaris Golkar Donggala/Kepala BPMPD Donggala), Abdul Rasyid Thalib (akademisi), Anita B Nurdin (Kadis Kesehatan Donggala) dan Idham Palaguma (Perhubungan/Bea Cukai). Sedangkan beberapa nama tokoh birokrat lainnya yang santer pula disebut-sebut di antaranya Zainal Arifin H. Tongko (Kepala Badan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kota Palu/tokoh Pantai Barat), Akris Fattah Yunus (Kadis PU Donggala), Masrin Karama (Kadis Sosial Donggala) dan beberapa nama lainnya. (JAMRIN AB)

Perpustakaan Donggala Tidak Layak

DONGGALA-Kantor Pepustakaan Arsip dan Dokumentasi Daerah Kabupaten Donggala sangat tidak layak sebagai tempat pelayanan bahan bacaan. Selain bahan koleksi yang sangat minim, kondisi bangunan yang ditempatinya pun sudah tua dan ruang bacanya tidak nyaman sebagaimana yang distandarkan secara nasional.

Keprihatinan itu diungkapkan beberapa warga Donggala yang dimintai pendapatnya setelah berkunjung ke perpustakaan tersebut. Akibatnya minat baca yang rendah tidak terpacu dengan kondisi kantor yang kurang menarik. “Buku-buku koleksinya banyak yang tidak sesuai yang kita butuhkan dan tidak ada buku-buku baru yang sedang populer,” kata seorang pengunjung.

Sementara itu Kepala Kantor

Pepustakaan Arsip dan Dokumentasi Daerah Kabupaten Donggala, Saad Labujeng yang dimintai tanggapannya tidak menampik kalau kantor perpustakaan tidak layak. “Ya memang dengan kondisi yang seperti ini selain kecil dan bangunan tua sangat tidak layak, sehingga itu berdampak pula pada kurangnya minat pengunjung datang,” kata Saad Kamis (30/6).

Menurutnya Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Daerah Donggala ini merupakan bekas sekolah PGRI yang sangat tua yang tidak memiliki ruang-ruang sesuai standar sebuah perpustakaan. Apalagi tempatnya agak rendah, sehingga sangat arsip-arsip yang ada terancam bila terjadi banjir. Sebetulnya untuk rencana pembangunan kantor baru yang baru sudah dipaparkan di DPRD sesuai standar dengan ruangan yang lengkap. Kata Saat, bila mengacu pada kelayakan sebuah perpustakaan terbagi tiga unit untuk pelayanan/sirkulasi, referensi, koleksi, ruang baca anak/remaja, kliping, ausio visual dan informasi teknologi.

Karena itu menurut rencana Pemkab Donggala akan memulai membangun kantor baru tahun 2012 mendatang di komplek perkantoran di Kelurahan Gunung Bale. Cuma saja dari beberapa tanggapan publik, pembangunan di tengah perkantoran agak sulit dijangkau warga. Banhkan anggota Komisi I DPRD Kabupaten Donggala, Kaharuddin H. Karding akan mengusulkan ke pemerintah agar keinginan akan memindahkan tempat Kantor Pepustakaan Arsip dan Dokumentasi Daerah Kabupaten Donggala dari tengah permukiman penduduk ke komplek perkantoran di Gunung Bale dicarikan jalan keluar agar tetap berada di tengah kota.

Dikhawatirkan akan mempersulit pengunjung yang akan mengakses bahan bacaan bila tempatnya jauh dari permukiman. Apalagi beberapa warga yang telah dimintai pendapatnya sangat menyayangkan kalau perpustaan di tengah kota saja minim pengunjung apalagi kalau tempatnya jauh dari rumah penduduk.

“Kalau memang begitu akan saya bicarakan dan konsultasikan kembali di Dewan, sebab memang soal perpustakaan sebaiknya berada di tempat strategis agar mudah dijangkau orang,” kata Kaharuddin H. Karding, kemarin.

Sebelumnya mantan Kepala Pepustakaan Arsip dan Dokumentasi Daerah Donggala, Mohammad Rasyid Zainuddin yang dimintai tanggapannya, mengatakan pada saat ia menjabat sudah pernah mengusulkan agar tidak dipindahkan. Namun usulannya itu tidak mendapat tanggapan dan tetap akan dibangun di tempat lokasi yang baru di jajaran perkantoran Pemkab Donggala di Gunung Bale.()JAMRIN AB)

Pohon Bakau Terancam di Donggala

DONGGALA-Penggusuran tanaman pohon bakau atau mangrove di kawasan Pantai Kelurahan Tanjung Batu-Kelurahan Kabonga Kecil, Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran itu diungkapkan Andi Anwar pemerhati lingkungan dari Yayasan Bone Bula Donggala terkait tanaman bakau tidak lagi terurus.
“Padahal tanaman bakau yang telah lama hidup di pantai Kota Donggala itu bukan saja menjadi penghabat abrasi, tapi menjadi habitat berbagai hewan air. Cuma saja belakangan ini terancam punah dengan penimbunan pantai untuk jalan lingkar,” ungkap Anwar.

Menurutnya, ancaman bakau di Donggala bukan saja adanya reklamasi pantai, tapi ada pula pembuangan limbah plastik daur ulang di Kelurahan Tanjung Batu. Akibatnya selain merusak ekosistem yang ada, juga dirasakan dampaknya b

agi nelayan tradisional yang selama ini hanya mengandalkan penangkapan ikan di pesisir pantai Kota Donggala.

Paling memprihatinkan belakangan ini di kawasan wisata Tanjung Karang belakangan sering ditemui ular air yang sebelumnya tak lazim muncul. Pihak Bone Bula menduga kalau ular yang muncul di tepi pantai Tanjung karang itu merupakan migrasi dari hutan bakau yang rusak di Tanjung Batu. “Tetapi itu baru dugaan sementara,” kata Anwar.

Rasa prihatin serupa diungkapkan pula Johar Abdul Malik selaku mantan praktisi pariwisata di Donggala. Ia khawatir pula kalau tiba-tiba dikabarkan sudah mulai muncul ular air berenang di pantai Tanjung Karang yang sebelumnya tidak ditemui akibat perubahan kondisi pesisir pantai.

Selain itu kata Johar beberapa waktu lalu ketika ke pantai Tanjung Karang sempat menemui ubur-ubur sejenis binatang laut yang bisa mengakibatkan gatal-gatal badan. Bahkan anaknya yang berenang sempat terkena sengatan ubur-ubur pada tempat yang tidak terlalu dalam. Padahal menurutnya jarang ada ubur-ubur di tempat dangkal, kecuali belakangan.(JAMRIN AB)

DONGGALA KOTA TUA TANPA CAGAR BUDAYA



DONGGALA, inilah kota tua yang tak punya cagar budaya yang mendapat pengakuan. Meskipun kenyataannya kalau mengacu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 maupun penggantinya yang terbaru UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, bila ditransformasikan dengan sejumlah tinggalan di Kota Donggala maka sebetulnya ada banyak. Cuma saja tidak mendapat respon hingga berangsur-angsur terbengkalai. Padahal salah satu visi pembangunan pemerintah menjadikan Donggala sebagai kota pariwisata dan budaya. Tetapi kenyataannya tak satu pun cagar budaya yang dikelola sebagai obyek wisata, sehingga wisatawan yang berkunjung hanya melihat tinggalan yang memprihatinkan.
Sebutan Donggala kota tua sangatlah tepat. Hingga kini di berbagai kawasan kota masih mudah ditemui bangunan-bangunan tua peninggalan puluhan tahun silam, terutama bekas usaha perdagangan berupa kantor-kantor perusahan nasional dan daerah serta bekas gudang kopra. Selain itu terdapat pula beberapa rumah tua tak berpenghuni sisa kejayaan Donggala ketika aktivitas pelabuhan belum dipindahkan ke Pantoloan.
Di antara bangunan-bangunan tua yang ada dapat diklasifikasikan sebagai cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 maupun UU Nomor 11 Tahun 2010 . Dalam UU tersebut disebutkan benda buatan manusia yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dankebudayaan. Beberapa pemerhati budaya dan sejarawan di Donggala berpendapat kalau merujuk nilai sejarah penting dan kekhasan bangunan, maka di Kota Donggala itulah pewrlu penyelamatanb cagar budaya yang kemudian bias diakui sebagai situs budaya.
Menurut sejarawan Kota Donggala, Drs. Amiruddin Masri, M.Hum kalau tidak dari sekarang pemerintah Donggala bertindak cepat melakukan penyelamatan pelestarian situs sejarah dan budaya Kota Donggala, niscaya sua tu saat akan habis terjual ataupun karena hancur. "Bagaimanan mungkin Donggala dikatakan kota pariwisata dan budaya kalau sarana obyek wisata berupa pengelolaan situs tidak ditangani sesuai yang diharapkan," kata Amiruddin di Donggala.
Menurut Amiruddin dari hasil penelusurannya, di Kota Donggala ada beberapa situs sejarah dan budaya yang menarik dikembangkan untuk kemajuan pariwisata. Di antaranya, situs jalan berundak-undak peninggalan colonial di Gunung Bale yang menarik direkonstruksi kembali, mengingat kondisinya saat ini mulai rusak. Kata Amiruddin jalan bertingkat-tingkat di sekitar lokasi SMP Negeri 1 Donggala itu memiliki nilai sejarah penting, karena merupakan jalan yang dibuat zaman pemerintah an Afdeling Donggala, ketika bangunan kantor pemerintah Belanda berada di Gunung Bale.
Selain itu tak kalah pentingnya dilestarikan, yaitu Rumah Tua Donggala peninggalan abad ke 19 yang menjadi satu-satunya bangunan berarsitektur tradisional yang tersisa. Bangunan berbentuk rumah panggung tersebut terletak di sudut persimpangan Jalan Giliraja-Jalan Bioskop, Kelurahan Labuan Bajo-Boya ini merupakan rumah peninggalan saudagar Umar Haruna - Pua Sehang. Sehingga yang menempati rumah tersebut tinggal kerabat dan cucu Umar Haruna .
"Ini satu-satunya rumah paling tua yang tersisa sepanjang saya tinggal di Donggala. Dulu ada banyak bangunan yang sama, tetapi kemudian dibom jepang dan Permesta, sehingga banyak yang rusak, sehingga hanya rumah tua di Labuan bajo ini yang tersisa sampai sekarang," ungkap Ambo Adar (81 tahun) seorang saksi sejarah.
Ambo Adar asal Mamuju, Sulawesi Barat tinggal di Donggala sejak tahun 1936, sehingga memahami betul bagaimana perkembangan sejarah Kota Donggala dari masa ke masa. Sementara itu Mahani Alatas sebagai penghuni rumah tua, mengaku sering didatangi tamu-tamu dari luar, terutama turis asing untuk melihat bangu nan tua sambil memotret. "Bahkan pernah ada mahasiswa bermaksud melakukan penelitian tentang rumah ini, sebab selain dianggap antic juga punya sejarah panjang, sehingga selalu menarik perhatian orang yang baru datang berkunjung ke Donggala," kata Mahani.
Situs sejarah Kota Donggala tak kalah pentingnya yaitu bekas bangunan Bioskop Megaria yang telah ada sejak awal dekade 1950-an. Beberapa sumber yang dimintai pendapatnya, menyebutkan Megaria merupakan bangunan bioskop pertama yang ada di wilayah Sulawesi Tengah, sehingga memiliki nilai sejarah sangat penting.
"Bahkan dari bangunan ini pula sejak lama bukan saja menjadi tempat pemutaran film, melainkan pernah pula menjadi tempat pertemuan para kader politik dan dari sini banyak lahir politisi," kata Namrud Mado seorang politisi muda terkemuka di Kota Donggala.
Sejak lesunya perfilman pertengahan 1990-an, maka sejak itu pula bangunan Bioskop Megaria yang sahamnya dimiliki beberapa orang tersebut, kemudian beralih fungsi jadi tempat tenis lapangan. Beberapa kali kegiatan kesenian yang digelar aktivis teater juga pernah menggunakan bekas bioskop ini berupa pertunjukan tahun 200 6 lalu. "Bangunan ini termasuk cagar budaya dan sejarah sangat penting perlu dipelihara pemerintah sebagai salah satu kekayaan yang pernah mewarnai perkembangan kota tua Donggala," kata Amiruddin.
Kekhawatiran Amiruddin sebagai sejarawan sangatlah beralasan akan punahnya tinggalan-tinggalan sejarah di kota tua Donggala. Sebab salah satu bukti dua tahun silam, komplek pusat pergudangan kopra dari peninggalan colonial sudah beralih kepemilikan ke tangan seorang pengusaha. Bangunan berbentuk gelombang setengah lingkaran itu sebelum jatuh di tangan pengusaha, merupakan milik Pusat Koperasi Kopra Donggala (PKKD) Indonesia yang kantor pusatnya di jakarta, namun karena sudah tutup sehingga asetnya dijual.
Dinas Kebudayaam dan Pariwisata Kabupaten Donggala yang pernah dimintai pendapat soal perlunya cagar budaya, mengakui kalau pihaknya akan mengupayakan soal ini. Bahkan beberapa waktu lalu telah membicarakan dengan stafnya untuk mengunjungi Rumah Tua Donggala untuk survey kemungkinan bisa dibicarakan dengan ahli waris bangunan. Cuma saja rencana tersebut belum juga terlaksana. Bisa jadi bangunan cagar budaya terlanjur tergadai atau rusak baru dilaksanakan. Gerakan lambat Pemkab Donggala ini sangatlah disesali para pemerhati budaya.
(JAMRIN ABUBAKAR)