Oleh: JAMRIN ABUBAKAR
SENI tradisi Balia yang selama ini
hanya dikenal sebagai ritual penyembuhan dalam masyarakat etnis Kaili yang
selalu ditampilkan secara sakral sesuai tujuannya, tapi di tangan Erwin
Sirajudin seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Balia
telah menjadi seni pertunjukan yang tidak saling menginteraksi antara
aktor-aktor teater modern dengan Topobalia (pelaku tradisi Balia) dalam satu
arena pertunjukan tanpa saling mengintervensi.
Kedahsyatan itulah yang dipertunjukan
Erwin Sirajudin sang sutradara dalam naskah drama “Bali Iya” di arena Taman
Budaya Sulawesi Tengah, Kota Palu, Rabu (18/7) malam yang disaksikan ratusan
penonton. Pertunjukan tersebut merupakan rangkaian ujian tesis Erwin Sirajudin
sebagai mahasiswa pascasarjana untuk mendapatkan gelar magister seni di ISI
Yogyakarta. Sejumlah seniman, aktivis seni, pemerhati dan masyarakat pencinta
seni menyatu dalam kesaksian pertunjukan Bali Iya yang terkemas dalam konsep
dramaturgi satu skenario.
Inti pesan dalam drama Bali Iya adanya
pergulatan batin dan fisik seorang Tonadua (orang sakit) yang diperankan sang
aktor Emhan Saja bersama istri (Selvina Cepi). Keaktoran Ehman bersama Selvina
betul-betul penuh totalitas bukan saja memvisualkan apa yang tercakup dalam
sekenario dan diinginkan sutradara, tapi sekaligus ia mampu membamngun
komunikasi dengan penonton dan para Topobalia yang dipimpin Samran Daud Roca.
Dialog-dialog yang dibangun dan
ekploitasi tubuh Emhan dan Cepi telah memvisualkan tentang sosok
kegelisahan dan tak ada harapan untuk sembuh kalau tidak mencari alternatif.
Dalam pencariannya itulah kemudian
hadir orang suci yang menurut tokoh dokter (Mohammad Nawir Daeng Mangala) pengobatan
Tonadua mesti dilakukan dengan cara khusus. Di situlah prosesi ritual adat
Balia ditampilkan sesuai kelaziman dan sekaligus telah dikemas dalam skenario
untuk seni pertunjukan teater modern sesuai harapan sutradara Erwin Sirajuddin,
sehingga puncak agar Tonadua ini harus berubah dari kondisinya, ia melnjalani
rangkaian upacara balia.
Pertunjukan tersebut berlangsung di
tengah rintik hujan malam, tapi penonton rela kuyub menyaksikan bersatunya
tradisi dan seni pertunjukan modern yang dikemas satu arena.
Menurut guru besar
ISI Yogyakarta, Yudiaryani yang menjadi penguji tesis Erwin, menyatakan
pertunjukan seni dengan mengambil spirit dari Balia telah memberi warna dan
karakter yang sangat dahsyat. Sebab mengkolaborasikan tradisi dengan
pertunjukan teater modern dalam satu arena yang masing-masing saling memahami
peran yang dialkoni aktor merupakan satu karya yang luar biasa.
“Apa yang telah ditampilkan tersebut,
bukan saja mampu menyedot keseriusan penonton untuk tetap menyaksikan apa yang
dipertunjukan, tetapi respon masyarakat sangat apresiatif walau dalam suasana
hujan tapi tetap bertahan. Ini sebetulnya salah satu keberhasilan sebuah
pertunjukan mampu menyedot perhatian penonton untuk ikut berinteraksi sebagai
bagian pertunjukan dan itu terlihat dalam Bali Iya tersebut,” ungkap Yudiaryani
sesaat setelah pertunjukan.
Menurutnya, konsep seni tradisi Balia
ini sangat menarik dan menjadi khas karena dapat dikolaborasikan ke seni
pertunjukan modern yang menghasilkan satu karya kontemporer. Tidak ada benturan
satu sama lainnya walau dengan latar belakang berbeda antara actor-aktor dengan
pelaku tradisi itu saling mengayam atau mengisi secara indah dalam menjalankan
masing-masing peran. Apalagi secara tegas pimpinan Balia menyatakan pertunjukan
ini merupakan satu rahmat dengan adanya pertemuan tradisi dan modern yang dapat
memberi satu kekuatan baru.
Sementara itu Erwin Sirajuddin (38)
sebagai calon magister seni menyatakankonsep pijakan untuk menyatukan ritual
Balia dengan seni teater dalam penggarapan Bali Iya tentunya ada harapan
lahirnya kekuatan baru. Terutama adanya kesadaran estetika dan nilai-nilai
esensi kebenaran kehidupan sebagai muatan tekstual dan kontektual yang memberi
solusi kebaruan dalam seni teater konvensional menjadi teater terapi masa dakan
dating. Mungkinkah? (JAMRIN AB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar